Jumat, 29 November 2013

Cerpen : Kamu dan Dia

Dibuat untuk memenuhi tugas Bahasa Indonesia, maklum kalo jelek atau gimana. Just share! ;)

KAMU dan DIA

Pandanganku buram, mataku merah. Sulit memang. Membendung air mata yang membuat dadaku sesak. Sakit... Ku berlutut di tanah merah, menaburkan beberapa petikan bunga sembari memegang batu nisan seseorang yang ku sayang, dulu... Namun aku harus kuat. Karena sekarang, disampingku ada seorang laki-laki yang telah menggantikan dirimu, Agam.
        Pagi yang cerah, matahari menampakkan dirinya membuat suasana upacara di SMA Cellow kian ramai. Hai, perkenalkan namaku Lunariana Nindy, anak kelas X IPA-2 sekaligus wakil ketua OSIS, hehe. Disini aku lagi ngomelin Mila Stevanni, sahabatku. “Duh Mila, kamu itu hyperaktif banget sih. Diem bentar napa? Dengerin tuh pidatonya Bu Sri, bermanfaat tau!” omelku berbalik ke belakang menghadap Mila. “Males aah, sumuk, panas juga. Kapan selesai sih upacaranya?!” sungut Mila. “Diem deh. Aku juga....” Aku melongo, omelanku terputus karena sosok cowok tinggi, berwajah Indo-Barat itu lewat di depanku dan Mila. “Apa? Juga kenapa Na?” tanya Mila kebingungan. “Haaa? Gak papa. Eh la, cowok yang barusan lewat ke arah UKS itu siapa ya?” “Oh itu... Anak X IPS-1 sekelas sama aku, namanya Agam Rizqiawan. Wajah bule, ganteng lagi, dia itu.....” Buuukk! Pak Jo memukul lenganku dan Mila ringan yang sedari tadi ramai. Kita berdua meringis menahan sakit.
Di kantin.....
Aku dan Mila mengobrol membicarakan Agam. “Agam itu anak baru?” tanyaku sambil menyeruput jus sirsat dan menikmati sepotong cheesecake. “Gak kok, dia itu emang jarang keluar dari kelas.”  “Orangnya kek gimana?” “Baik, supel, cool, pinter tapi kadang ngeselin juga. Cewek-cewek kelasku pada suka sama dia, bule lagi. Dih, lho naksir ya kok kepo gitu sih” Aku tersedak. “Uhuukk.. Hah? Apa? Gak, trus kalo kepo berarti naksir gitu?” “Ya enggak juga sih, hehe.”
Aku berbohong. Aku menyukai Agam, namun aku menutupinya. Aku hanya bisa memerhatikan Agam dari jauh. Terkadang, aku mampir ke kelas Mila sekedar ngobrol atau mengamati Agam diam-diam. Jelas, modus. Atau bisa saja aku memancing Mila untuk menceritakan semua tentang Agam.
3 bulan kemudian.....
Kian hari, benih-benih cinta mulai tumbuh semakin dalam di hatiku mengenai Agam. Ingin sekali menyatakan perasaanku ini, perasaan yang mengusik relung hatiku. Tapi kapan? Untunglah ada Andre Alfario, teman sekelasku sekaligus teman dekat Agam. Andre itu orangnya baik, keren, lucu, pinter. Aku dan Andre kian dekat dan akrab. Curhat, belajar kelompok bareng, yah.. Sampai-sampai teman-teman lain mengira kita ada ikatan berpacaran padahal enggak sama sekali, hanya teman akrab. Dengan dibantu Andre, Aku sepakat untuk menyatakan semua perasaanku pada Agam besok hari Rabu.
Pagi sekali, Aku menuju kelas X IPS-1 menaruh  secarik kertas di ikat oleh pita berwarna biru di kursi tempat Agam duduk. Berharap semoga semuanya berjalan lancar. Tet..teet..tetttt! Bel jam istirahat berbunyi. Aku menunggu di taman belakang sekolah dengan Andre yang sedang menggambar pohon jambu untuk tugas seni rupa.
“Ndre, kok lama yaa Agam. Gak dibaca kali suratnya...” kataku lemes.
“Sabar Na, paling lagi jalan. Agam jalannya kayak keong emang.” ujar Andre cuek.
“Hahaha, tapi kan lebih cepet Agam”
“Lebih cepet aku lah” omel Andre ngeyel.
“Yeeeee” ledek ku sambil menjulurkan lidah ke Andre.”Eh eh ada Mila tuh, diem diem!” perintahku pada Andre. Andre mengangguk tanda mengiyakan.
“Lunaaaaaa!!! Iih, dicari-cari malah ada disini. Ngapain?” teriak Mila.
“Emm, lagi pengen ke taman aja, pemandangannya ternyata lebih bagus daripada di lapangan.” Duh, mampus. Ngaco-ngaco  batin ku.
“Oh... gitu, aneh. Ah udahlah, aku punya kabar bagus nih. Tau gak? Aku hari ini lagi seneng banget.” Ujar Mila antusias.
“Oyaaa? Pasti baru jadian yaa, ditembak cowok yaa? Siapa?” cerocosku.
“Dih, sahabatku ini paling tau deh. Hihihi”
“Yaa dong, aku gitu. Masak udah sahabatan 7 tahun gak tau sih gerak-gerik sahabatnya.”
“Haha, ya deh. Yups, aku kemarin emang ditembak cowok. Udah 3 bulan ini deket, sekelas sama aku kok. Orangnya Agam! Aku sekarang pacaran sama Agam, Na! Surprise deh, fans-fansnya aja pada kaget setelah denger kabar itu.” ujar Mila dengan wajah yang berseri-seri sambil mengguncang-guncang badanku.
“Apaaa?! Agam Rizqiawan bule itu?” tanyaku kaget.
“Yaaaps, bener banget. 100 buat kamu, hehe.”
Jleeebb! Nafasku tak teratur, ku bendung air mata ini. Bagaimana bisa Agam dengan Mila, sahabatku sendiri? Sakit sekali rasanya seperti ditusuk oleh 1000 pisau, entahlah. “Naa, kamu kenapa? Kok pucet gitu?” tanya Mila. “Gak papa, aku ke toilet dulu ya, kebelet nih. Daaa.” Kutinggalkan Mila. Masa bodoh dengan Agam dan Andre. Berantakan! Tuhan... kenapa harus Mila? Bagaimana bisa? Aku tak tau harus berbuat apa. Aku hanya bisa menangis. Menumpahkan seluruh beban, sakit yang ada dipundakku. Perih. Mengapa cinta itu menyakitkan? Mengapa cinta itu tak berpihak kepadaku?
4 bulan kemudian.....
Bel istirahat berbunyi... Aku keluar kelas. Ramai sekali anak-anak kelas X, XI dan XII mengerumuni mading, aku penasaran. Apa yang terjadi? pikirku. Aku ikut berdesak-desakkan hingga akhirnya aku bisa berada di depan mading. Ku telusuri... Apa ada yang berubah? Nah, lhoo? Astaghfirullahalazim! Agam.... Me-ning-gal? Ke-ce-la-ka-an? Gak, gak mungkin. Dunia serasa berputar, aku jatuh pingsan.
UKS.....
“Naaa.. bangun!!” teriak Mila.
“Na, kamu udah sadar?” tanya Andre.
“Haaah? Aku kenapa?” tanyaku sambil memegang kepala yang pusing ini.
“Kamu tadi pingsan di depan mading.” jawab Andre.
“Haaa? Agam gimana? Dia beneran.....” aku tak kuat tuk mengatakan kata selanjutnya, mungkin itu hanya mimpi. Aku menoleh ke Mila, meminta jawaban.
“Andre udah cerita semuanya sama aku. Na, maafin aku yaa. Aku gak tau kalau kamu ternyata sayang banget sama Agam. Dan meninggalnya Agam karena salahku, Agam ditabrak truk gara-gara aku. Seharusnya Agam gak usah jemput aku di Palmerah. Seharusnya aku bisa aja naik taksi. Aku emang salah, maafin aku Na. Aku juga gak bisa jadi sahabat yang baik buat kamu. Aku jarang nyempetin waktuku buat kamu, curhat, jalan-jalan... Maafin aku Na.” Mila menangis.
Aku tak bisa berkata apa-apa. Ku luapkan semuanya dengan menangis. Sakit, kesal, marah, benci... Campur jadi satu. Andre hanya bisa terdiam menunduk tak tau harus bagaimana. Aku menyesal tak menyatakan perasaanku pada Agam.
Sahabat.... Cinta.... Kenapa aku tak bisa memiliki keduanya?
Sore yang mendung, seolah langit ikut berduka. Aku dan Andre berlutut di samping makam Agam. Luna... Gak boleh nangis, ini kedua kalinya kamu disini. Kuat!  batinku. Sulit. Membendung air mata yang membuat dadaku sesak. Tes...tes... tak bisa ku tahan lagi. Air mata ini menetes berebut turun.
“Naa... Nangis itu wajar. Tapi jangan sampe terus menerus ya?” sahut Andre.
Aku tak bisa berkata apa-apa, hanya bisa mengangguk lemah.
Hening sesaat... Hanya terdengar isakanku mereda.
“Na, Agam beruntung ya di sayang sama cewek sebaik kamu....” ujar Andre sambil tersenyum.
Aku menoleh menatap mata Andre. Andre melanjutkan perkataannya.
“...Tapi aku jauh lebih beruntung karena sekarang aku milik kamu. Iyaa kan?” Seulas senyum manis mengembang teruntukku, lebih manis dari siapapun. Aku balas tersenyum semanis mungkin.
Aku berdiri. Andre ikut berdiri. Kita berdua pergi meninggalkan pemakaman menuju mobil.

Terimakasih Agam untuk segalanya...
Sekarang penggantimu ada disisiku...
Andre.